Abrakadabra, Mantra Penyembuh

Apakah yang akan kau lakukan ketika kekuatan cinta menyambarmu? Menolak atau justru membiarkan dirimu hanyut dalam terai dan rahasianya? Apakah dengan menikmati cinta itu dapat membuat hidupmu lebih menyenangkan? — @burgerk3ju

Pesawat bernomor penerbangan SJ231 tujuan Yogyakarta dari Celebes belum lama menyentuh landasan pacu. Sementara mataku masih mencari informasi kedatangannya lewat arrival board yang berselang-seling menampilkan jadwal kedatangan pesawat.

Sosoknya muncul dari gerbang kedatangan, mencangklong tas punggung yang terlihat cukup besar. Sudut kiri matanya langsung dapat menangkap bentukku, padahal aku berdiri agak di belakang para penjemput yang lainnya. Aah, dia memang memiliki jangkauan sudut mata yang mengagumkan, berbanding lurus dengan nalar dan pikirnya yang luas. Aku mengagumi wanita ini, sungguh.

Dibarengi senyumnya yang renyah ia mendekat.

One Fine Day
One fine day

Hi, how’s your flight? Is it good?” tanyaku setelah memeluknya dengan hangat dan mengecup keningnya. Ia terlihat canggung.

Obrolan berlanjut mengalir begitu saja. Cerita tentang perjalanan pulangnya ke Celebes menjadi seru dibumbui derai tawa yang lepas, mengisi penuh koridor bandara Adisutjipto. Beberapa orang mengarahkan pandangan matanya, sepertinya mereka melihat keanehan pada kami berdua. Bodo amat, pikirku. Sebuah tempat di kawasan Suryodiningratan, Mantrijeron menjadi tujuan kami melepas lelah. Kebetulan pagi itu, sebelum aku menjemputnya, aku menghabiskan waktu sendiri di Candi Prambanan. Memotret serta menggali kisah. Kaki ini berasa mau lepas dari engselnya.

Celoteh mengalir begitu saja dan berlanjut dalam topik yang agak serius, tentang kisah masa lalunya. Kisah yang akhirnya menghantam dan membantingnya hingga ke dasar. Ia dihempas keadaan yang membelenggu hingga tak sempat menghela nafas.

“Aku pernah dikecewakan. Dan luka itu sangatlah dalam,” katanya. Lama ia tercekat, dan kemudian meneruskan kisahnya. Mengurai satu demi satu kekecewaan.

Abrakadabra
Saat kau disisiku, kembali dunia ceria – SO7

Aku memeluknya, mengizinkan tubuhnya tenggelam dalam rengkuhan tanganku. Setitik air nyaris menetes dari kedua sudut matanya. Jelas ia menahan jatuhnya. Ada luka disana. Luka yang menganga lebar. Borok yang nyaris membuat dirinya terinfeksi penyakit kronis bernama lara hati.

Kala aku mendekap tubuhnya, aku membiarkan sekat-sekat tebal luka dan lara-ku yang selama ini tertata kokoh ikut runtuh. Rampak tak bersisa. Lakaran American style yang selama ini melekat ke diriku, luruh tak berbekas bersama luka dan lara. Menepikan sakit hingga mengucurkan rasa yang baru, rasa yang menyelusup setakat akhirnya kami nikmati berdua.

Ego dan baluarti yang berdiri kukuh itu sama-sama sekarang boyak. Kejemawaanku sirna.

Seperti sebuah mantra ajaib yang seringkali diteriakkan para pesulap , Abrakadabra!, seketika itu pula mata kami berdua tercelik lebar. Masih ada seikat asa dan kisah cinta yang menunggu untuk dianyam. Belum terlambat untuk mengizinkannya merasuk, menyalut dan menyembuhkan lara. Abrakadabra, mantra terunggah yang mempunyai kekuatan dahsyat untuk menyembuhkan.

Abrakadabra_Hands
Let me take care of you

“Izinkan aku menemani dan menjagamu,” bisikku lirih kepadanya, wanita bermata sipit berambut sebahu.

Tak ada kata terucap menjawab. Hanya diam. Namun dibola matanya aku melihat kekuatan yang mencurat. Kekuatan untuk menerima satu kata yang akan mengubah cerita hidupnya. Cerita hidupku. Renjana kami berdua.

Simpul mati itu kini telah terurai oleh kekuatan cinta. Bola mata yang kala aku lihat dulu kosong, kini tergambar cerah. Hidup. Sumringah. Penuh gelak.

Abrakadabra! Aku buat seperti yang aku katakan.

Tak usah kau cari makna hadirnya diriku/ Mungkin memberi arti cinta pada dirimu/ Lepaskan sejenak berat beban di pundakmu/ Pastikan kau jawab semua ragu di cintamu/ Aku di sini untukmuAku Disini Untukmu, Dewa 19

Yogyakarta, Januari 2019

 

11 Replies to “Abrakadabra, Mantra Penyembuh”

Leave a comment