Catatan Tentang Senja di Istana Ratu Boko

“Jika kamu senja, maka aku adalah jingga”- anonymous

Senja adalah waktu paling indah, romantis dan punya daya magis tersendiri. Coba kamu bayangkan sejenak. Cahaya kemerah – merahan bercampur dengan warna biru langit dan semburat jingga yang hampir redup ditelan kegelapan. Ditambah awan-awan tipis merayap di langit dan suasana hangat setelah sinar matahari seharian menyemburkan sinarnya yang panas. Kamu dapat menggambarkan itu semuanya dipikiranmu?

Sore ini, Candi Ratu Boko, sebuah kompleks istana megah yang dibangun abad ke-8 menjadi tempatku memandang langit sore. Semilir angin musim pancaroba berhembus mengganti hangatnya sore di istana yang terletak di ketinggian 196 mdpl itu. Beberapa orang terlihat menakupkan jaket atau sweater untuk sekedar mendapatkan hawa hangat ditubuhnya. Candi Ratu Boko yang dibangun oleh Rakai Panangkaran sejatinya adalah tempat menyepi dan memusatkan diri pada kehidupan spiritual sang raja saat itu. Namun banyak yang menafsirkan tempat ini adalah istana melihat dari struktur dan tata letak bangunannya. Tak usahlah itu diperdebatkan ya, selow saja.

Candi Ratu Boko
Gerbang masuk Candi Ratu Boko

Disini kamu dapat merasakan aura kedamaian. Kamu juga dapat menikmati pemandangan kota Yogya dan Candi Prambanan berlatar gunung Merapi. Jika beruntung, kabut tipis akan terlihat menyelimuti semua pemandangan itu, berasa syahdu dan bikin ambyar… Hahahaha.

Baca juga: Prambanan Dalam Diam

Tak sedikit orang yang sibuk dengan kamera mereka. Hilir mudik mengabadikan saat matahari beringsut turun di ufuk timur, tenggelam di balik bukit jauh di batas cakrawala. Berbagai pose diambil berlatar belakang langit temaram. Seakan tak mau mereka lewatkan momen itu. Agak susah kalian menemukan ketenangan jika kalian berkunjung ke Candi Ratu Boko di penghujung minggu; pasti ramai dengan pengunjung. Aku sarankan untuk datang ke sini di tengah minggu, tentunya akan menambah asyik waktu kontemplasimu.

Menikmati senja
Menjelang senja semakin banyak pengunjung berdatangan.

Aku lebih memilih duduk dan diam. Mengambil jarak sepelemparan batu lebih jauh dan mencari tempat yang lebih tinggi. Sebongkah batu bekas reruntuhan candi menjadi tempatku bertafakur menikmati lingsirnya matahari. Teh beraroma jeruk purut yang tersimpan di termos kecil aku keluarkan dari carrier. Menuangnya ke tutup termos seraya menyeruputnya perlahan. Sepotong cahkwe, penganan tradisional Tionghoa, yang aku beli dari tukang gorengan pinggir jalanan segera berpindah ke perutku. Aah nikmat kali-pun.

Urat-urat syarafku yang menegang seharian berasa mengendur, terurai satu demi satu. Tekanan pekerjaan yang bedebah dan menyita perhatian seminggu terakhir terasa luruh. Hilang bersama hitung mundur tenggelamnya matahari.

Kamu
Kamu, wanita bermata sipit dan berambut sebahu.

Kamu, wanita bermata sipit dan berambut sebahu berada di sampingku. Duduk berdiam sambil menggenggam tanganku, menikmati orkestra alam dan lansekapnya yang memukau mata. Senyum yang terukir manis berbarengan dengan lesung pipit di pipimu berhasil membisukan dan membiusku. Telah beberapa senja kami nikmati bersama dan tak pernah bosan dengan senja-senja berikutnya. Hanya menikmati senja. Sampai beberapa teman kami berkata “Kok mau-maunya sih pergi jauh-jauh, naik ke tempat tinggi hanya melihat begituan, matahari terbenam? Apa bagusnya?”… Aaah, kamu tak tahu artinya menikmati senja, kawan. Sebuah momen terindah di muka bumi ini.

Lingsir matahari
Menjelang tenggelam, syahdu yes…

Kami memandang kepada langit di depan yang memulai menampilkan senja. Dengan sengaja kami menarik nafas dalam-dalam. Menghirup udara musim pancaroba, mengijinkannya melewati kerongkongan hingga memenuhi rongga paru-paru serta kemudian menghembuskannya perlahan. Ada perasaan lega disana.

Baca juga: Barong Gunung, Tarian Rakyat Jelata Yang Menggeliat

Semburat jingga di langit barat jelas banget menggambarkan ketampanan Sang Pencipta. Seutas doa kami unggah bersama dengan datangnya jurang malam.

Senja, lakukan tugasmu untuk menghias langit barat di sore hari. Aku akan selalu menunggumu. Bersama dia.

Senja di Ratu Boko
Senja yang sempurna

Yogyakarta, Juni 2019

23 Replies to “Catatan Tentang Senja di Istana Ratu Boko”

Leave a comment