Candi Ijo, Senja Yang Berkelas

“Sunsets are proof that no matter what happens every day can end beautiful” Kristen Butler

Motor matic berkekuatan 110cc itu melaju melindas aspal daerah Mantrijeron menuju arah Ring Road Selatan kota Yogyakarta. GPS digital di gawai pintar aku setel menuju sebuah titik bernama Candi Ijo. Hmm lumayan jauh, pikirku. Motor melaju dengan kecepatan sedang, kisaran 70 Km/Jam. Matahari masih 60 derajat di ufuk barat. Tak lama lagi akan segera lingsir.

Melintas daerah persawahan di sisi kiri dan kanan, jalanan yang cukup ramai, serta beberapa lampu bangjo. Aku hanya mengikuti petunjuk yang dijabarkan mbak-mbak aplikasi Google Map. Suruh belok kanan ya ke kanan, belok ke kiri ya ke kiri. Kalau seandainya keluar di jalur Timbuktu ya aku sih manut sajalah… Hahaha.

Jika melihat kontur tanahnya yang berupa perbukitan, candi Ijo merupakan candi yang letaknya paling tinggi di Yogyakarta. Lebih tinggi dari Istana Ratu Boko yang tempo hari aku kunjungi. Aku sudah membayangkan bakalan mendapatkan senja yang memesona dan juga keelokan panorama perbukitan sekitarnya saat sampai di sana.

Menjelang Senja
Candi Ijo, menyenangkan berada di sini

Jalan yang menanjak cukup terjal memaksa motor yang aku naiki berboncengan ini mengeluarkan ekstra tenaganya, sedikit menggerung. Ditambah sore itu sangat ramai dengan antrian mengular rombongan bis dan mobil yang naik dan turun melewati jalur menanjak tersebut. Buat informasi saja, jalur menuju Candi Ijo ini searah menuju Tebing Breksi – sebuah bekas pertambangan batu alam yang sekarang menjelma menjadi tempat wisata nge-hits.

Candi Ijo dibangun sekitar abad ke-10 hingga abad 11 di era Kerajaan Medang periode Mataram Hindu (Mataram Kuno). Secara geografis, Candi bercorak Hindu ini dibangun pada sebuah gumuk atau bukit yang dikenal dengan nama Gumuk Ijo. Gumuk Ijo terletak di bagian barat daerah perbukitan Batur Agung, 18 Km sebelah timur kota Yogyakarta.

Baca juga: Catatan Tentang Senja di Istana Ratu Boko

Sesaat memasuki kompleks Candi Ijo ternyata ini merupakan kompleks candi dengan teras-teras berundak mengikuti kontur tanahnya yang berupa perbukitan. Pusat percandian atau candi utama berada di bagian belakang, menghadap ke arah Barat. Sementara 3 candi pemujaan kecil berada tepat di depannya, menghadap arah sebaiknya. 3 candi pemujaan kecil ini diduga sebagai tempat pemujaan kepada dewa Trimurti yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa. Penasaran aku memasuki candi utama. Di tengah-tengah ruangan candi terdapat lingga dan yoni dimana ini melambangkan kesatuan antara Siwa dan Parwati, shaktinya. Selintas aku teringat, Parwati di kompleks candi Prambanan lebih dikenal dengan nama Durga Mahisasuramardini.

Menjelang Senja
Langitnya euy… Menenangkan jiwa.

Kamu, wanita bermata sipit dan berambut sebahu, duduk dengan manisnya memandang ke langit ujung barat. Menatap cakrawala senja. Rambutmu terurai lepas, beriak-riak tertiup angin. Kamu, telah sekian kali membiusku. Di atas dinding batu, aku mengambil duduk di sebelahmu. Sekejap menatap wajahmu, menggenggam tanganmu dan berucap “Mau berapa senja lagi bakal kamu kejar?”

“Entah. Mungkin sampai bosan aku memandang kepada senja, namun sepertinya aku tak akan pernah bosan,”begitu jawabmu.

Aku membiarkan kepalamu bersender di bahuku. Nyaman. Damai.

Senja Candi Ijo
Nikmat mana yang bisa kau dustakan, gaes…

Sementara puluhan pengunjung candi lainnya juga duduk di sepanjang dinding batu yang sama, mereka terlihat menikmati senja di candi Ijo dengan caranya masing-masing. Kami, segerombolan pengejar senja lebih memilih menikmati ketampanan Sang Pencipta disini, di Candi Ijo.

Baca juga: Senja Yang Hadir Hanya Sekejap

Candi Ijo aku sarankan bagi kalian para pengejar dan penikmat senja garis keras. Mengapa?  Di atas ketinggian candi ini kamu dapat menyaksikan lansekap kota Yogyakarta dan juga pesawat terbang yang tinggal landas dari bandara Adi Sutjipto. Sajian senja istimewa kamu bakalan jumpai di sini, ditambah semilir angin sepoi-sepoi tentunya menambah gimana gitu rasanya… Hehehe.

Senja memang memesona, seperti kamu.

Yogyakarta, Juli 2019

This slideshow requires JavaScript.

12 Replies to “Candi Ijo, Senja Yang Berkelas”

Leave a comment