Sambisari, Kisah Peradaban Yang (Sempat) Tersembunyi

Andai hari itu seorang petani, pak Karyowinangun, tidak mengayunkan cangkul di ladangnya untuk bercocok tanam, mungkin tidak akan ada kisah tentang bangunan ini. Sebuah keberuntungan dengan ditemukannya lempengan batuan kuno dengan ukiran diatasnya mengubah cerita sejarah percandian di negeri ini. Penelusuran akan bebatuan purbakala dimulai hingga akhirnya ditemukan ratusan lempengan bebatuan yang lain beserta patung-patung kuno. Semula diyakini bahwa temuan bebatuan kuno tersebut adalah reruntuhan bangunan kuil yang terpendam. Proses restorasi yang dilakukan selama kurang lebih 21 tahun oleh para arkeolog akhirnya berhasil menyusun lempengan-lempengan batu kuno tersebut menjadi sebuah kompleks candi. Wow!

Candi Sambisari, nama yang disematkan kepada temuan kompleks candi ini berasal dari nama desa dimana kepingan bebatuan kuno tersebut ditemukan. Jika dilihat pada peta, lokasi Desa Sambisari berada di Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berjarak kurang lebih 12 Km dari kota Yogyakarta, kamu dapat mencapai tempat ini dengan mengarahkan motor atau mobilmu ke arah Timur dengan melalui jalan Yogyakarta menuju Solo.

00 Candi Induk
Bangunan induk Candi Sambisari (Dok. pribadi)

“Harga tiket masuknya Rp5.000 per orang ya, mas. Silakan membayar di loket,” kata salah seorang penjaga pintu masuk kompleks candi.

Baca juga: Catatan Tentang Senja Di Istana Ratu Boko

Aku menyodorkan uang Rp10.000 untuk 2 karcis masuk setelah memarkir motor tak jauh dari pintu gerbang kompleks candi. Dari sekian banyak bangunan candi yang pernah aku datangi, menurutku Candi Sambisari adalah candi terunik. Mengapa? Karena kompleks candi ini terletak dalam cekungan tanah yang luas dan kita harus meniti anak tangga ke bawah, sekitar 6,5 meter jauhnya. Dengan kata lain Candi Sambisari berada di bawah permukaan tanah sekitarnya. Lha kok bisa begitu? Gimana ceritanya?

00 Kompleks Candi
Letak candi 6,5 meter di bawah permukaan tanah sekitarnya (Dok. pribadi)

Menurut sejarah, erupsi dahsyat dari Gunung Merapi konon menjadi penyebab mengapa Candi Sambisari terkubur di bawah tanah. Letusan dahsyat ini juga dipercaya mengganggu pemerintahan dan merusak peradaban Kerajaan Mataram Kuno (Mataram Hindu). Penemuan prasasti Pucangan berangka tahun 1041 yang dibuat oleh Prabu Airlangga dari Kerajaan Kahuripan mengungkapkan telah terjadi pralaya (bencana besar) di Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 928 Saka atau 1006 Masehi. Hal tersebut pula yang mengakibatkan pergeseran Kerajaan Mataram Kuno ke daerah Jawa Timur. Namun kebenaran sejarah dari kisah ini masih menjadi perdebatan, hal ini tercatat dalam sebuah hasil riset Jurnal Geologi Indonesia (2006).

Baiklah ya, kita nggak usah ikutan memperdebatkan hal tersebut. Capek hihihi…

Baca juga: Prambanan Dalam Diam

Susunan bangunan Candi Sambisari boleh dikatakan tidak semegah ataupun serumit Candi Prambanan walaupun sama-sama candi bernapaskan Hindu. Di dalam kompleks percandian ini terdapat Candi Sambisari sebagai bangunan induk dan 3 bangunan kecil yang biasanya disebut candi Perwara. Candi induk menghadap ke arah Barat sementara candi Perwara menghadap arah sebaliknya. Dari penemuan arca-arca yang terdapat pada bangunan induk – arca Durga Mahesassuramardini di sebelah Utara, arca Ganesha pada sisi Timur, arca Agastya di bagian Selatan –  dipercaya bahwa latar belakang candi ini bersifat Çiwaistis atau berpusat pada Siwa. Saat aku melangkah memasuki candi induk, terlihat Lingga dan Yoni yang menyatu, dimana hal ini mempunyai arti kesuburan.

Kesukaanku akan kisah sejarah membuat menafahus sebuah perjalanan masa lalu menjadi sangat mengasyikkan. Bagaikan memasuki lorong waktu dan mengumpulkan kepingan demi kepingan puzzle yang berserakan sebelum kita menemukan jalinan kisah seutuhnya. Tak terkecuali kisah dari candi yang dibangun oleh Rakai Garung, seorang penguasa Kerajaan Mataram Kuno (828 – 846) dari keturunan Sanjaya ini. Terkadang aku berkhayal menjadi seorang Indiana Jones yang asyik menyusun atau memecahkan teka-teki dari kepingan-kepingan artefak kuno. Tapi nggak pakai berantem dengan tentara Nazi ya hehehe…

Baca juga: Tentang Erotisme dan Keagungan Candi Sukuh

Candi Sambisari menjadi bukti mahakarya peradaban masa lalu yang sangat mengagumkan. Sebuah bentuk  pengagungan kepada Sang Pencipta yang terekspresikan dalam susunan bebatuan membentuk bangunan candi.  Sementara seni budaya tingkat tinggi tercermin lewat relief-relief yang bercerita pada lempengan bebatuan kuno. Walaupun sempat terkubur ratusan tahun namun tetap tak lekang dimakan usia.

00 Matahari Tenggelam
Manikmati peradaban dengan latar belakang matahari terbenam. Cakep (Dok. pribadi)

“Mas, sudah sore. Sudah habis waktu berkunjungnya!” begitu teriakan parau penjaga candi lewat pengeras suara usang.

“Baik, pak. Sebentar lagi ya. Masih menunggu senja nih!” jawabku sambil menggandeng tangan wanita bermata sipit berambut sebahu. Kami berdua duduk selonjoran beralas rumput, di sisi atas tebing bagian Timur dari candi. Menikmati senja.

Senja yang cantik tak perlu disembunyikan.

Yogyakarta, Agustus 2019.

00 Sunset
Matahari lingsir di ujung Barat Sambisari. Sempurna (Dok. pribadi)

17 Replies to “Sambisari, Kisah Peradaban Yang (Sempat) Tersembunyi”

  1. Wah unik banget ini candi malah ada di bawah ya posisinya. Tapi walaupun kayak gitu tetep bisa keliatan mataharinya ya. Baguus.

    Sampai sekarang lokasi conadi sekitar yogya yang paling enak menurut gue candi ijo. Soalnya di atas dan dingiin. Enak bener. Hehehe.

    Liked by 1 person

    1. Candi Ijo memang candi dengan letak tertinggi di Yogyakarta, mas. Menikmati matahari terbenam di sana sangat menyenangkan.

      Candi Ijo dan candi Sambisari ini sama-sama bernafas kan Hindu. Konsep bangunan nya hampir sama.

      Like

  2. Saiki kemana mana beli tiketnya selalu dua…..ckckckck.
    Trus kenapa senja selalu ada ya dalam kisah kisah Anda?….Hahaha.
    Kurang satu, harusnya duduk selonjoran dengan secangkir kopi…..sorry, 2 cangkir maksutku…..beuhhh….tiada dua.

    Liked by 1 person

    1. Lha masak iya perginya berdua cuma satu sik masuk komplek candi, Oom? Hahaha…

      Memang beberapa kali terakhir kami punya “misi” mengejar senja di Jogja jee, lha iya itu yang ditulis 😛

      Kopinya lali, Oom. Cuma bawa gorengan beli di pintu masuk 😀 😀

      Like

Leave a comment