Kita Perlu Sejenak Jeda

“Terkadang istirahat sejenak adalah pilihan yang tepat. Terkadang memaksakan kehendak bisa berujung tersesat.” – Anonymous

Bumi tak sepanas terik matahari siang tadi. Terlihat binarnya makin meredup. Perlahan namun pasti senja akan segera menggantikannya.

“Aku capek banget hari ini. 2 hari ini dihajar training di kantor,” selarik pesan singkatmu terlihat di notifikasi gawai pintar. Aku mengetuk pelan pada tombol virtual “Read” sebagai tanda sudah dibaca.

Sekejap aku membalas pesanmu.

“Ya wis, sudah waktunya pulang kan? Kalau capek dan masih ada kerjaan lainnya, esok saja dikerjakan,” jawabku sambil meletakkan ikon senyum lebar di akhir kalimat.

Send.

Tak berapa lama tanda centang biru bertumpuk terlihat di percakapan kita. Kamu sudah membaca balasan pesanku.

Aku meneruskan pekerjaan yang masih njelimet. Kusut. Urusan nilai ketidak sesuaian pada laporan Guest Ledger dan Trial Balance menjadi menu tambahan setelah jeda makan siang hari itu. Jiangkriiik!

Aku merenung di saat jeda koneksi ke komputer klien dalam kendali remote.

Terkadang, secara tak terasa, kita berusaha menjadi super-human untuk bisa menyelesaikan pekerjaan di satu waktu; sampai suatu masa kita melupakan ada waktu yang terbuang untuk menikmati hidup dengan cara kita sendiri.

Sejenak menunda sebuah pekerjaan bukanlah suatu dosa yang patut diganjar azab, namun menentukan pilihan untuk sejenak menghadiahi diri dengan satu hal yang menyenangkan apa salahnya?

“Sudah ku seduhkan kopi Juria, kopi keramat dari Flores, untukmu. Aku tambahkan sebongkah es batu dan 3 tuang bubuk rindu di dalamnya. Nikmati begitu sampai rumah ya,” tambahku lewat pesan singkat.

Ikon wajah mencium dengan tanda hati dan pose memeluk menjadi balasan atas pesan singkatku. Aaah… menikmati dunia tanpa secangkir kopi itu seumpama mobil ambulance tanpa wiuu wiuu 🙂

Jakarta, Desember 2021

Nikmati senjamu, ambil rehatmu (Batam Harbour Bay – Dok. pribadi)

Advertisement

3 Replies to “Kita Perlu Sejenak Jeda”

  1. “..menikmati dunia tanpa secangkir kopi itu seumpama mobil ambulance tanpa wiuu wiuu..” Sangat setuju dengan pernyataan ini.

    Ketika masuk ke rumah sakit setengah tahun yang lalu karena keracunan kafein plus kelelahan, saya harus belajar untuk mengendalikan jumlah kopi yang masuk ke tubuh. Sangat-sangat berat, dan benar, dunia rasanya sangat tidak menarik dibuatnya.

    Liked by 1 person

    1. Benar, mbak. Buat para pecandu kopi nggak enak melewati hari tanpa menyeruputnya; namun buat yang bermasalah dengan minuman satu ini, kadar kafein secuilpun bakalan bikin masalah.

      Mesti tahu kapasitas diri juga sih ya intinya hehehe

      Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: