“Kopi apa yang terbaik di dunia? Kopi yang kau suka, itulah kopi terbaik di dunia.”
Cuaca mendung disertai rintik gerimis cukup deras menghantarkan kami sampai di parkiran Kopi Ontel. Mas Cleo, pemilik dan peracik kopi Kopi Ontel menyambut kami dengan ramah di kedainya yang berlokasi di bilangan Jatirasa, Jatiasih, Bekasi Selatan. Kedai kopi mungil ini terletak bersebelahan dengan “kakaknya”, sebuah kedai kopi & wedangan, Omah Mbah Kung.
Jika dilihat sekilas gaya arsitektur dan desain dari kedua kedai ini mengambil nuansa yang sama, Yogyakarta dan jadul. Plang nama Kopi Ontel sendiri menggunakan aksara Jawa sebagai pembeda kedai kopi pada umumnya yang menggunakan Bahasa Indonesia maupun Inggris.

Aku sempat berpikir sesaat membaca aksara Jawa tersebut. Mencoba mengingat dan menggali ke dalam labirin terdalam dari bilah-bilah otakku. 10 menit kemudian barulah aku dapat membaca tulisan tersebut, Kopi Ontel. Yippeee!
Di teras kedai terdapat kursi kayu panjang membentuk sudut dengan lantai yang dibuat setengah lingkaran terisi batu-batu kerikil. Nyaman untuk nongkrong dan ngopi bareng.
Memasuki ruangan kedai, kami – aku, Oom Erry dan Ernita (putri Oom Erry) – melihat di atas meja terdapat mesin roasting kopi berkapasitas 1 Kg. Mesin ini biasa dipakai Mas Cleo untuk memasak biji kopi sebagai pemasok kedai kopinya dan juga kebutuhan jualan melalui pasar daring.

Di samping meja terparkir melintang sebuah sepeda ontel, tepat berada di tengah ruangan. Bagian belakang atau tempat boncengannya dimodifikasi menjadi sebuah kotak berangka besi dengan 3 bagian sisi yang dapat dibuka; pada satu bagian yang letaknya berdempetan dengan sadel sepeda dibiarkan tertutup.
3 bagian yang dapat dibuka tersebut ternyata menjadi tempat “atraksi” Mas Cleo dalam penyeduhan kopinya.
Satu bagian di dalam menjadi area kerja Mas Cleo dalam menyeduh kopi; bagian belakang terpasang kompor gas kecil sebagai pemanas air, sementara pada bagian depan sebagai tatakan penyajian segelas kopi setelah selesai diseduh. Mas Cleo menyajikan seduhan hasta sebagai metode pengolahan kopi.

“Setiap hari Minggu pagi, saya dan rekan saya dari Omah Mbah Kung biasa mangkal di Perumahan Taman Galaxi, Bekasi Selatan. Lokasinya di dekat danau, di atas trotoar, kami berdua menyajikan wedangan dan juga olahan seduh kopi manual bikinan saya, Mas,” Mas Cleo menerangkan.
“50% dari hasil penjualan itu saya donasikan kepada yang membutuhkan; biasanya disumbangkan ke Badan Amal, Yayasan atau Panti Asuhan yang memang perlu untuk dibantu. Informasinya saya dapatkan dari teman-teman atau berbagai media yang saya baca,” lanjut Mas Cleo sambal menggiling kopi dengan gilingan engkol (manual grinder).
Wow, menarik juga konsepnya. Bahwa jualan tak melulu bicara tentang keuntungan semata, namun lebih jauh daripada itu adalah bentuk perwujudan berbagi. Salut buat Mas Cleo.
Rak pajangan yang terbuat dari kayu tergantung pada salah satu dinding kedai. Disana terletak alat giling kopi jadul model engkol dan juga rok presso pada bagian paling atas. Sementara di bagian bawahnya beberapa kemasan biji kopi hasil roasting Mas Cleo ikut terpajang. Di bagian sampul kemasan tertera tulisan aksara Jawa “Berkah Dalem” yang menjadi semacam merek dagang kopi roasting dari kedai ini.


Kopi siap untuk diseduh begitu teko mengeluarkan asap panasnya. Seduhan hasta kali ini menggunakan saringan yang terbuat dari kain dengan lubang yang sangat kecil. Mirip kain kasa gitu deh. Mas Cleo menuangkan air dari teko leher angsa (goose neck) dengan gerakan melingkar.
Proses awal memasak kopi dimulai. Setelah 2x proses blooming, dilanjutkan dengan 2x proses seduhan lanjutan dengan takaran yang sudah dihitung.
Bau harum kopi seketika menguar, memenuhi kedai berukuran kurang lebih 9m persegi itu.


Hasil seduhan itu ditempatkan di teko jadul bernuansa jadul. Kami menuangnya ke dalam gelas kaleng dan menikmatinya. Mencecap rasa dan membaui aroma kopi seduh hasta khas Mas Cleo. Sangat ringan dan bersih di bagian akhir (clean after taste). Tidak ada rasa yang membekas di ujung lidah. Seperti hilangnya mantan yang pergi entah kemana. Hahaha.
“Bathik. Itu nama olah seduh kopi bikinan saya, Mas. Bathik sebagai akronim dari Banyune Sithik-sithik. Air yang diteteskan secara sedikit-sedikit,” guyon Mas Cleo. Kamipun tertawa lepas.
Seduhan kali ini agak berbeda rasanya dengan seduhan yang biasa aku lakukan. Perbedaan alat penyaring bubuk kopi yang dipakai menjadi alasannya. Hasil seduh hasta dengan menggunakan media kertas saring terasa lebih nendang saat lidah mencecap rasa.

Perbedaan kopi yang kita rasakan dari hari ke hari memang disebabkan oleh sesuatu di dalam kepala kita. Karena kita adalah makhluk pemikir dan perasa yang memakai otak untuk memproses segala sesuatu.
Tak mengapa. Nggak usah dipikirkan. Nikmati saja seduhan kopinya.
Pengalaman kosa rasa siang itu menjadi pelajaran yang mengasyikkan. Melanjutkan obrolan diselingi dengan bertukar pikiran dan ide menjadi menu tambahan selain cairan hitam beraroma kuat bernama kopi di kedai Kopi Ontel.
“Bayar seikhlasnya saja, mas. Saya nggak pasang tarif kok. Di kedai Kopi Ontel ini saya cari teman. Bukan cari cuan,” Mas Cleo memungkasi perjumpaan dengan kami hari itu.

Kami menghaturkan terima kasih kepada Mas Cleo atas sajian kopi Kamojang dan juga kopi Ijen. Siang itu kami mendapat pengalaman yang berbeda di dunia per-ngopi-an. Kopi Ontel memberikan inspirasi bahwa ngopi tak hanya dinikmati untuk kepuasan diri, namun bisa juga dilakukan dengan berbagi kepada sesama.
Kayuhlah pit kebo-mu sejauh yang kau mampu, Mas Cleo. Berkah Dalem sudah tersedia untukmu. Tetaplah menjadi inspirasi bagi kami, para penikmat kopi.
Kalian tertarik mampir ke kedai Kopi Ontel juga?
Parkiran Kopi Ontel (IG: ko.ntel)
Perumahan Kemang IFI
Jl. Gamelan Raya RT 04/ RW 007, Jatirasa
Kec. Jatiasih, Bekasi Selatan
Jawa Barat.
Tulisan, dokumentasi, and narasi yang mengasyikkan untuk disimak. Terima kasih kenang-kenangannya 🙂
LikeLiked by 1 person
Terima kasih banyak apresiasinya. Salam ngopi ☕
LikeLike
Oh di Jatiasih.
Di wilayah tetangga berarti.
Itu papan nama disensor lucu juga ya 🤣
LikeLiked by 1 person
Saya cari-cari apanya yang disensor, ternyata baru ngeh kalau huruf “H” 😀
Matur nuwun sudah mampir, Oom
*Ngopi sik ben ora cekcok
LikeLike
😉🙊
LikeLiked by 1 person