Pagi itu gue bangun jam 3.45 dan mendapati pesan di WA gue. Via mendadak mengalami kram di bagian perutnya malam itu. Hingga memaksa kami mengurungkan niat nge-hit Punthuk Setumbu pagi itu. Dan memutuskan gue untuk lanjut… Tidur. Pagi itu kami sarapan bertiga dengan MJ si Korea di hostel. Setelah mengatur waktu, gue dan Via memutuskan untuk nongkrong di lobby hostel, sementara MJ dan Hisham si Malaysian main ke Tamansari atas saran gue. Kita bertiga memutuskan untuk check out jam 12 siang hari itu.
Selesai sarapan dengan rasa “what do you expect with eighty thousands rupiah” itu, gue berdua Via melipir ke warung soto sapi dan nasi pecel depan hostel. Rasa soto sapi dan pecelnya cukup nendang di lidah. Enak. Rekomended deh buat kantong backpacker. Total kerugian yang harus kita bayar IDR 20.000 untuk 2 porsi soto sapi dan pecel tanpa nasi – ditambah es teh tawar dan air putih hangat yang ternyata gratis. Joossss…
Kami lanjut istirahat di dormitory dan packing hingga jam 12 waktu check out; setelah ransel kami titipkan di luggage hostel, kami bertiga menuju Malioboro untuk sekedar jalan-jalan dan mencari makan siang. Tak lupa gue beli kaos dari Jogja. Di depan pasar Bringharjo kami menikmati “Pecel Knalpot”. Via dan MJ manikmati nasi pecel, sementara gue memilih nasi gudeg sebagai makan siang.
Balik lagi ke hostel, ambil ransel. Capcus ke Terminal Jombor, Jogja – naik bis patas AC tujuan Semarang. IDR 45.000/orang harus kami bayar lunas. Selama 3 jam perjalanan kami nikmati sembari tidur ke Semarang. Dari tempat kami bertiga turun dari bis, taxi dengan sopannya membawa kami ke rumah gue. Setelah beristirahat sebentar, kami melipir kaki ke Pasar Semawis di bilangan Pecinan kota Semarang.
MJ dan Via sangat menikmati suasana di Pecinan ini. Sebelumnya gue sudah beri tahukan ke Via, bahwa ada beberapa makanan yang diharamkan secara dia adalah seorang muslim. Tapi banyak juga makanan halal disini. Hanya urusan perutlah yang menyatukan kami bertiga disini… Hahahaha
MJ yang ceriwis sempat berinteraksi dengan penjual snack, dan kamipun sama-sama tertawa karena cara beinteraksi mereka yang lucu karena kendala bahasa. MJ cukup lumayan berbahasa Inggris, sehingga memudahkan kami berkomunikasi. Gue dan Via memutuskan menyantap sate ayam dengan lontong, dan Jamu Jun sebagai penghangat badan.
Malam itu kami pulang dengan perut terpuaskan. Karena badan berasa capek, kami tertidur pulas. Besok pagi kami berencana nge-hit sunrise di Bukit Cinta,Rawapening. Ritual yang selalu gue lakuin ketika pulang ke Semarang. Sudah seperti keharusan. Untuk mencerahkan jiwa dan raga
Dengan belaian lembut di kepala gue, ibu membangunkan tepat jam 3.30 pagi itu. Nyaman sekali gue rasakan belaian lembut dari tangan orang yang sudah melahirkan dan membesarkan gue itu. Setelah cuci muka dan gosok gigi, kami bertiga berangkat ke Rawapening, Ambarawa. Mobil yang gue sopirin itu membawa ke Bukit Cinta, membelah heningnya pagi subuh kota Semarang. Satu jam perjalanan kamipun sampai ke Bukit Cinta, Rawapening – karena memang gue nyetir nggak ngebut.

Seperti di tulisan-tulisan gue sebelumnya, pergi ke tempat ini seperti ritual jika balik ke Semarang. Nggak tahu kenapa, gue merasa damai dan tentram ketika berada di tempat ini. Kedua teman gue juga mengiyakan dan merasakan hal yang sama. Matahari pagi itu keluar dengan malu-malu tertutup awan, tetapi pesona yang tercipta membuat kami bertiga berdecak kagum. Kagum akan keindahan, kecantikan dan keagungan alam. Bungkuk menghormat akan ciptaan Sang Khalik. Nggak lama setelah Sang Mentari naik dari ufuk timur, kami bertiga kembali ke Semarang – dan langsung mengarah ke Soto Stadion.
Warung soto yang sudah menjadi langganan gue sejak masih kecil itu memang menyimpan sejuta sensasi, juga rasa kerinduan lidah untuk sekedar mengecap kuah soto yang endesss tak tertahankan. Setiap teman traveller gue yang singgah ke Semarang, pasti gue ajak ke warung soto ini. Dan mereka semua ketagihan… hahahaha.
Selesai mengisi tangki perut – kami beranjak ke Masjid Agung Jawa Tengah. Sebuah ikon umat muslim terbesar di Jawa Tengah ini menampilkan arsitektur yang ciamik, gue suka. kali ini gue bertiga naik ke tower untuk sekedar melihat kota Semarang dari ketinggian. MJ sangat tertarik dengan pemandangan yang dinikmatinya selama perjalanan kami pagi ini.

Kami melangkahkan kaki pulang ke rumah, capek. Ngantuk. Istirahat dan makan siang di rumah. Rencana sore itu ke Brown Canyon terpaksa batal karena langit mendung gelap. Dan sebagai gantinya kami pergi ke kuil Sam Poo Kong yang letaknya sepeminuman teh dari rumah gue. Berangkat ber-10 orang barengan 2 kakak gue dan para keponakan, menjadikan perjalanan kami sore itu sangat riuh. Sendau gurau dan tawa lepas selalu menghiasi wajah kami. Tak lupa foto-foto sebagai kenangan dan tentu saja upload ke media social. Dasar social media darling… hahahaha. MJ dan Via sangat senang berada di tengah-tengah keluarga gue. Tersirat MJ merasa iri dengan kebersamaan keluarga gue. Gue bilang ke MJ, ketika kita ada di kuil ini, atmosfer dan rasa daratan Tiongkok pasti kita rasakan.

Acara masak masakan Korea menjadi menu kebersamaan kami selanjutnya. MJ yang memang seorang world traveller itu bisa masak lho, buktinya dia mencoba memasak masakan Korea buat kami semua. Dibantu 2 keponakan gue sebagai asistennya, masakan semacam kari lada hitam itu berhasil dia buat dan kami nikmati bersama. Dia merasa puas karena buat dia sudah diperbolehkan menumpang di rumah gue, dan sebagai balasannya dia memasak buat kami semua. Aaah, menyenangkan sekali.
Perut kami kenyang, dan selanjutkan kami menikmati nonton bareng film yang gue bawa. Film bergenre keluarga menjadi tontonan kami bersama – Max dan In The Heart Of The Sea menjadi pelengkap kebersamaan kami malam itu. Sambil menikmati sebotol beer bareng MJ dan mengganyang cemilan, menikmati film terasa lebih sempurna. Perfect.
Waktunya tidur malam itu. Hari yang menyenangkan. Senyum. Sumringah. Cerah. Puas.