“Gula sejimpit merusak kopi secangkir. Kamu yang berlesung pipit bikin aku gak bisa mikir”
“Hari, what’s up? Ramai kedai kopi hari ini?” tanyaku ke Hari, pemilik sekaligus barista kedai kopi Unino. Aku memang biasa nongkrong di kedai kopi ini.
“Lumayan, Oom. Pesan apa malam ini, Oom?” tanya Hari kepadaku.
Ia terlihat sedang meracik secangkir kopi pesanan salah seorang pelanggan. Sementara mesin grinder kopi di sudut meja mengerjakan tugasnya menggiling biji kopi sesuai takaran. Suaranya sedikit berisik. Biji kopi yang jatuh di tatakannya menjadi serbuk kopi membawa wangi harum yang menguar di antero ruangan kedai. Wangi yang menyenangkan untuk dihirup hidungku.
“Pesan 1 kopi Vietnam drip takaran biasa, bro,” pintaku ke Hari setelah aku sukses mendudukkan pantatku di bangku tinggi dengan meja panjangnya di pojokan ruangan, tepat dekat colokan listrik. Tempat favoritku itu masih kosong belum ditempati pelanggan lain.
Hari tahu betul pesananku. Entah takarannya pakai ramuan atau racikan rahasia apa tetapi kopi Vietnam drip buatannya memang cocok dengan indra pengecap di lidahku. Aku hampir selalu memesan menu yang sama saat singgah di kedai kopi miliknya.
Baca juga: Ngopi Serius, Serius (Mau) Ngopi?
Setelah menunggu antrian akhirnya pesanan kopi Vietnam-ku datang. Hari sendiri yang mengantarkannya ke mejaku. Ia duduk tepat di bangku tinggi di sebelahku. Kedai saat itu hanya menyisakan aku sebagai pelanggan setelah pembeli sebelumnya menyelesaikan transaksinya di meja kasir.
“Enak, Oom?” tanya Hari kepadaku menanyakan kopi Vietnam racikannya. Ia seakan ingin meyakinkan bahwa kopi racikannya sudah sesuai dengan pesananku seperti biasanya.
Aku tersenyum lebar dan memberi jawaban dengan acungan 2 jempol. Perfect as always, bro.

“Pelanggan kedai kopi Unino sekarang jarang yang demen ngobrol atau diskusi tentang kopi Nusantara, Oom. Sekedar pesan kopi atau kopi mix, kemudian duduk dan asyik dengan gawainya. Setelah itu pergi. Jarang banget ada obrolan menarik membahas kopi,” Hari membuka pembicaraan.
Ingatanku melintasi waktu, kembali teringat saat kedai Unino milik Hari ini mulai beroperasi sekitar 3 tahun lalu. Ia yang saat itu sebagai barista pemula dan juga pemilik kedai yang baru belajar bisnis semacam punya rasa “demam panggung” saat ada teman ataupun pelanggan yang datang ke kedainya dan memesan seduhan kopi single origin atau kopi filter macam V60.
Itu hal yang wajar, pikirku. Sama halnya ketika pertama kali aku bekerja di suatu perusahaan. Tidak tahu harus memulai dari mana.
“Masih culun dan seringkali salah, Oom” kelakar Hari sambil tertawa renyah.
Namun ia mengakui menikmati semua proses yang menyenangkan itu dan mengambilnya sebagai bagian dari sebuah pembelajaran. Pembelajaran tentang cara meracik kopi yang sesuai dengan kemauan dan kesukaan pelanggan. Pula tentang cara manajemen cash flow kedai yang rapi.

Kami seringkali berbincang tentang teknik penyeduhan dan cara menikmati kopi. Aku yang kebetulan sering berpergian ke luar kota maupun luar pulau untuk keperluan pekerjaan liputan media, acapkali membeli biji kopi untuk kemudian kami menguliknya dan menikmati hasil seduhan bersama teman-teman nongkrong lainnya di kedai.
Baca juga: Ngopi Kelas Dunia di Pawon Luwak Coffee
Dari seringnya berdiskusi dan bertukar pengalaman tentang seni meracik kopi inilah menjadikanku mengerti bahwa sekian banyak varian kopi yang dihasilkan oleh tanah di antero negeri ini. Beragam pula hasil olahan dan rasa yang dapat dinikmati.
Obrolan seperti inilah yang tak lagi dijumpai oleh Hari, bahkan boleh dibilang olehku juga. Kebiasaan itu sudah luntur diantara penikmat kopi. Sepi bahkan cenderung hilang.
Buatku pribadi, niatan datang ke kedai kopi memang pada dasarnya sama dengan peminum kopi lainnya yaitu minum kopi serta membeli suasana. Namun insights selain minum secangkir minuman berwarna hitam dengan aroma wangi membius itu juga menjadi keasyikan tersendiri.
Kedai kopi pada kalangan masyarakat di negeri ini nyatanya telah menjadi ruang publik. Sebuah wadah dimana konsumennya membudayakan ngopi (minum kopi) dan perbincangannya sebagai bagian dari hidup dan berkehidupan. Siapapun bebas untuk berbaur, duduk bersama dan membincangkan hal-hal yang diinginkan. Entah itu pembicaraan serius maupun perbincangan receh tentang jasa PSK yang digaruk aparat di salah satu apartemen ibukota.
Perbincangan tentang perbedaan menikmati kopi barangkali juga akan menjadi obrolan yang tak berujung. Penyuka kopi dengan tambahan pemanis tentu akan terlibat pembicaraan sengit dengan pemuja kopi yang beropini jika kopi akan lebih enak dinikmati tanpa pemanis.
Terkadang sendau gurau secara sarkastik antar individu pun dimaklumkan, selama masih dalam ranah rasionalitas.
Baca juga: Menyesap Nikmatnya Kopi Nangka
Yang menjadi kesepakatan kami, para penikmat kopi, adalah esensi menyesap secangkir kopi di kedai menjadi ritual yang pantang dilewatkan begitu saja. Menikmati kopi dengan tak perlu tergesa-gesa. Kami secara sengaja meluangkan sejumlah waktu santai demi menyesap cairan hitam nan pahit itu secara perlahan dan membiarkan cairan berkafein itu membawa kami naik hingga langit ke tujuh.
Pada akhirnya setiap orang akan punya imajinasi dan ritualnya tersendiri saat menyesap secangkir kopi.
Hari merindukan perbincangan tentang kekayaan cita rasa kopi Nusantara demikian pula kedainya. Setiap orang akan punya keresahannya sendiri, tak terkecuali pula kedai kopi milik Hari.
Semoga Hari tak sampai mimpi basah gara-gara resah.
@uninocoffee, Bekasi, Desember 2020
Luar biasa kalau penikmat sejati kopi berbicara tentang kopi. Selalu ada filosofi. 😁
LikeLiked by 1 person
Hehehe… Gara-gara sama-sama resah ini, mas 🙂
LikeLike
Aku suka kopi tapi abis itu sllu berdebar2. Apa sih penawarnya?
LikeLiked by 1 person
Biasanya itu karena efek kafein dari kopi, mbak; penawar paling mudah minum air putih saja atau relaksasi.
LikeLike
Iya jadinya pantang minum kopi ga tahan dijantung hiks
LikeLiked by 1 person
Bisa dicoba kopi mix macam cappuccino atau machiato, mbak. Itu kan based on coffee tapi lebih banyak kandungan susu nya
LikeLike
Nah paling asyik itu kalau bisa bicara tentang kopi dengan orang yang ngerti….Nah latarnya pas di kedai kopi pula….beuh macam kuliah di kampus idaman. Lupa waktu resikonya….😁😁
LikeLiked by 1 person
Kuy lah kapan kita ngopi, oom? Di kedai atau lereng gunung juga boleh 😁
LikeLike
Berangkattt….andai jakarta penuh Gunung. Adanya Gunung Sahari aja masalahnya.😊
LikeLiked by 1 person
Ngopi di gunung Sahari juga nggak nolak kok, oom 😜
LikeLike
Hahaha😁
LikeLiked by 1 person
bagi penggemar kopi , kopi jadi penyemangat , bahkan teman waktu sedih , teman bekerja yang baik
LikeLiked by 1 person
Benar sekali, sama dengan doping 🙂
LikeLike