Jejak Islam di Klenteng Sam Poo Kong, Semarang

“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina” – begitu kata petuah Arab. Tak ada yang salah dengan petuah itu. Hal ini didasari karena posisi strategis Cina dan juga karena sejak dulu kala negeri berjuluk Negeri Tirai Bambu ini telah mencapai peradaban yang sangat tinggi. Mereka juga menguasai ilmu pengetahuan dan perekonomian. Tak pula terkecuali dengan penjelajahan tingkat dunia yang dilakukan oleh Laksamana Cheng Ho yang mempunyai nama Arab, Haji Mahmud Shams.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA
Patung Laksamana Cheng Ho

Bangunan besar yang didominasi cat merah dengan arsitektur daratan Tiongkok itu menyambut ramah setiap langkah kaki pengunjungnya. Memasuki pelataran tempat ini kita seperti dibawa menyusuri lorong waktu menuju abad ke 15 dimana klenteng atau kuil ini dibangun. Ornamen ataupun relief pada setiap dinding maupun tiang penyangga bangunan terlihat megah, juga rapi dan detailnya sangat diperhatikan. Hal ini menunjukkan bahwa bangunan ini digarap oleh tangan-tangan yang sangat terampil. Ketika aku memasuki salah satu bangunan besar dimana itu merupakan bangunan induk, imajiku menyelam pada kedalaman peradaban masa lampau Tiongkok di bumi nusantara. Bayangan kuil-kuil Cina dalam film Tai Chi Master-nya Jet Li sekilas terbayang di benakku.

SamPoKong_infographics

Menyebut tujuan wisata budaya dan religi di kota Semarang, orang akan langsung menunjuk Klenteng Sam Poo Kong. Klenteng dengan nama lain Gedong Batu yang berlokasi di kawasan Simongan, sangat ramai dikunjungi pada saat akhir pekan atau musim liburan. Fungsi utama klenteng ini tidak cuma sebagai tempat ibadah dan ziarah, namun juga tempat wisata dan terbuka bagi siapapun. Bagi mereka yang ingin belajar tentang sejarah ataupun budaya toleransi dan keanekaragaman, tempat ini layak untuk disinggahi.

Dalam sejarahnya tempat ini merupakan petilasan Laksamana Tiongkok Cheng Ho yang memeluk Islam. Ia adalah pemimpin armada yang sangat besar dalam misi perdagangan dan juga misi diplomatik yang menyebarkan kedamaian antara tahun 1405 – 1433. Ia juga tercatat sebagai penjelajah dunia dengan armada kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Sudah banyak negara yang disinggahinya pada waktu itu, bahkan menurut informasi yang didapatkan ia sudah berlayar hingga Kalikut (India) dan Afrika Timur.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA
Klenteng Sam Poo Tay Djien

“Laksamana Cheng Ho dalam perjalanan jelajah beserta armadanya berlabuh di sebelah utara pulau Jawa pada waktu itu (Semarang saat ini). Ia menemukan sebuah gua batu untuk beristirahat serta menjadikan tempat itu untuk bersemedi dan bersembahyang,” tutur mbak Desy memulai penjelasannya kepadaku. Ia adalah seorang pemandu wisata yang berparas cantik dan ramah.

Selang waktu berlalu, pada abad 17 dibangunlah sebuah kuil di tempat petilasan tersebut. Hal ini  dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih kepada Laksamana Cheng Ho yang sudah mendarat di petilasan itu. Kuil itu dibangun dengan gaya arsitektur Cina hingga menyerupai sebuah klenteng. Hingga kini, tempat ini berfungsi sebagai tempat ibadah agama Kong Hu Cu (Taoisme).

“Mengapa Laksamana Cheng Ho yang notabene penganut Islam, begitu dihormati bahkan dianggap sebagai dewa dan juga disembah?” tanyaku ke mbak Desy dengan rasa penasaran.

“Karena di dalam ajaran Tao selain mengharuskan umatnya ber-Tuhan, disebutkan pula bahwa siapapun yang berjasa kepada negara atau rakyat banyak dan juga menyebarkan kebaikan maka boleh dianggap sebagai dewa dan disembah. Ajaran Tao juga tidak menolak agama lain dan dapat hidup berdampingan dalam damai,” ia menjelaskan lebih lanjut.

SamPoKong

Para pengunjung dapat menikmati tempat dengan berswafoto di beberapa titik lokasi yang sudah disediakan, hanya saja tetap perlu diperhatikan untuk tidak mengganggu umat yang beribadah di kelenteng.

“Kami juga menyewakan baju-baju khas Cina yang tersedia dekat loket utama. Biaya sewanya mulai Rp100.000 tanpa batasan waktu. Ada tukang potretnya juga lho, mas.” pungkas mbak Desy tersenyum dengan menunjukkan deretan gigi yang tersusun rapi.

Sayapun menolak dengan halus dan membalas senyumnya. “Mungkin lain kali, mbak. Terima kasih.”

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Dalam setiap perjalanan ke suatu tempat, aku selalu mendapatkan sebuah potongan cerita untuk menambah pengetahuan. Kali ini aku belajar tentang latar belakang dan siapa itu Laksamana Cheng Ho. Aku juga belajar tentang arti untuk saling menghormati dalam kehidupan.

Yuuk jalan-jalan! Perkaya pengetahuan dengan mengenal tempat-tempat wisata di sekitar kita. Bukan cuma puas dengan swafoto, tetapi menggali kekayaan budaya dan potensi wisata Indonesia dengan benar.

Oh ya, jangan lupa buang sampah pada tempatnya ya!

 

4 Replies to “Jejak Islam di Klenteng Sam Poo Kong, Semarang”

  1. Aku sempet 2x mas main ke kelenteng ini, bersamaan dengan acara ziarah para wali jawa waktu itu hehehe. Kalo ga salah di sebelah kelenteng itu ada makam wali juga kan mas? Kok aku lupa namane hehehe

    Like

Leave a comment