Barong Gunung, Tarian Rakyat Jelata Yang Menggeliat

Para penari bergerak mengikuti ritme alam laksana bercakap dengan tanah, gunung, pasir dan sungai. Berselaras dengan kekuatan tubuh-tubuh mereka yang memancarkan aura positif. Tiupan serunai serta lantunan tembang yang diunggah kepada semesta mampu meluruhkan dan menggetarkan jiwa yang mendengar.

5 orang pemuda bertelanjang dada dengan duduk bersila terlihat tengah bersiap mementaskan sebuah tarian, sementara salah seorang dari pengiring tari berdiri membacakan tuturan folklore yang berkisah tentang singa atau harimau. Sebuah narasi yang dibangun untuk memunculkan tarian ini ke permukaan supaya lebih dikenal oleh masyarakat jaman now. Panggung besar berukuran 8 x 8 meter berlatar belakang burung Garuda raksasa yang terbuat dari daun kelapa, daun salak dan jerami bakal menjadi saksi pementasan mereka.

Alunan musik pentatonic terdengar dari seperangkat gamelan yang ditabuh secara perlahan menyesaki rongga udara sore seusai narasi dilantunkan. Sementara para penari mengganti posisi mereka dengan berdiri. Jika aku perhatikan, celana panjang yang dikenakan para penari ini mengingatkanku akan kostum para pemain barongsai. Irama berubah menjadi lebih menghentak. 2 orang penari di sisi kiri dan kanan panggung dengan menari mengikuti alunan gamelan segera mengenakan “perangkat” menari. Mereka mengenakan penutup wajah berupa topeng harimau berwarna merah. Mengambil dasar dari tarian kucingan, sebuah kesenian tradisional akrobatik yang telah berumur ratusan tahun, Barong Gunung tercipta di tengah jaman yang serba digital ini. Para seniman muda dari Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur mencoba mengorbitkan salah satu kesenian warisan leluhur negeri ke permukaan.

Barong Devil
Salah satu pemain Barong Devil tengah bersiap-siap. (Dok: pribadi)

Barong Devil

Pemain Barong Devil tengah bersiap-siap; celana yang dikenakan mirip seperti pemain barongsai. (Dok: pribadi)

Perpaduan apik dari riuhnya seperangkat gamelan yang ditabuh, rancak gerak para penari serta kostum dan topeng yang dikenakan benar-benar menjadi pertunjukan kesenian yang menghibur. Para penonton bergeming walaupun hari cukup panas. Antusias warga menyaksikan pertunjukan budaya patut mendapat apresiasi. Tak sedikit penikmat seni yang berasal dari luar kota bahkan luar negeri rela berbaur dengan pengunjung dari dusun. Aaah menyenangkan sekali melihatnya.

Baca juga: Perempuan Yang Dimuliakan Dalam Sebuah Tarian

Pada akhir pementasan, terdengar seorang melantunkan syair seperti doa yang diunggah kepada semesta, dibarengi seorang penari tunggal yang tampil mengenakan topeng. Tarian yang merupakan akulturasi budaya dari Jawa dan Madura ini gerakannya pelan namun tegas. Sementara topeng yang dikenakan penarinya bernama topeng Kaliwungu. Tari topeng Kaliwungu ini merupakan tarian asli Lumajang. Diiringi tiupan serunai yang mampu mencacah hati, lantunan tembang terdengar sangat merdu dan menusuk jiwa, mampu membius ratusan penonton. Jika dinilai secara teknis menyanyi, tingkat kesulitannya cukup tinggi. Lafal serta intonasinya benar-benar terungkap dari hati. Sebuah penutup pementasan yang mengundang decak kagum.

“Tari Topeng Kaliwungu menceritakan tentang sosok Arya Wiraraja, seorang kelana yang melakukan perjalanan keliling mencari budaya-budaya daerah untuk kemudian mempersatukannya menjadi budaya yang baru. Tarian ini biasanya ditampilkan dalam lakon peran tunggal,” tutur pak Heri Gunawan, narasumber yang juga seorang pelaku seni budaya. Ia aku temui sesaat seusai pementasan.

“Lantunan tembang yang dibawakan dengan iringan tiupan serunai sebagai bentuk ekspresi orang-orang Darungan, Madura. Arti dari tembang tersebut adalah ucapan terima kasih karena sudah diterima sebagai saudara, bukan orang asing di tanah Lumajang,” imbuh pak Heri.

Kabupaten Lumajang secara letak geografis adalah daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Probolinggo di sebelah utara. Sementara di timur berbatasan dengan Jember, Kabupaten Malang di bagian barat serta Samudra Hindia di bagian selatan. Pantas saja jika hal ini memungkinkan terjadinya akulturasi budaya.

Barong Devil
Barong Devil in action. (Dok: pribadi)

“Mengapa tarian ini dinamakan Barong Gunung, pak?” tanyaku ke pak Heri.

“Karena kami berkesenian di Kabupaten Lumajang yang terletak di lereng gunung Semeru maka tarian ini dinamakan Barong Gunung. Tarian Barong Gunung merupakan tarian kontemporer yang menggabungkan kesenian dari daerah-daerah lain di luar Lumajang. Musik yang mengiringi tarian didominasi musik reog, perangkat gamelan kenong telok dari Ponorogo, kendangnya dari Banyuwangi serta iringan serunai dan tembang dari Madura saat topeng Kaliwungu dibawakan. Sebagai maskot dari tarian Barong Gunung adalah Barong Cokot, topeng harimau berwarna merah. Sementara topeng-topeng naga yang lainnya adalah Barong Devil,” papar pak Heri lebih lanjut.

Betapa beruntungnya negeri ini diberikan karunia kekayaan seni dan budaya. Aku beruntung mendapat kesempatan meneroka banyak wilayah di Indonesia, namun tetaplah dibuat kagum oleh betapa kayanya seni dan budaya yang dimiliki negeri ini.

Baca juga: Drumblek, Marching Band Tradisional Asal Salatiga

Kesenian tari Barong Gunung secara sengaja dibawa dan dipentaskan pada gelaran Festival Lima Gunung XVIII. Pentas kesenian dan budaya ini diadakan pada 5 – 7 Juli 2019 bertempat di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Festival tahunan kali ini membawakan tema “Gunung Lumbung Budaya” dimana nilai-nilai budaya masyarakat gunung dan desa yang menghidupi keseharian mereka dapat menjadi pustaka inspirasi bagi khalayak.

Kemunculan kesenian Barong Gunung yang dibawa oleh Komunitas Rangkul Dulur dari Lumajang tentunya tidak akan mengancam kesenian tradisional yang telah ada, namun justru akan memperkaya khazanah budaya Indonesia. Komunitas yang belum genap satu tahun berdiri ini mempunyai keprihatinan bahwa sekarang budaya lokal makin terpinggirkan.

“Kami berharap kepada generasi muda Indonesia untuk lebih mencintai lagi budaya negerinya sendiri. Jika bukan generasi muda saat ini yang tanggap akan seni dan budaya lokal, siapa lagi? Lambat laun kesenian lokal akan mati dan hanya menjadi kisah semata jika tak ada yang peduli. Sudah saatnya kekayaan budaya lokal mendapat tempat yang layak dan semakin banyak mendapatkan ruang serta kesempatan dalam berkreatifitas,” pak Heri memungkasi pembicaraannya.

Baca juga: Mencumbu Setumbu

Saat tulisan ini dibuat perhelatan Festival Lima Gunung telah usai. Dusun Tutup Ngisor kembali sunyi dari hingar bingar pertunjukan, namun atraksi Barong Gunung yang lincah masih terekam jelas dalam ingatan. Barong Gunung telah bangkit dari tidur panjangnya dan mencuri perhatian. Kesenian rakyat jelata yang sarat dengan makna warisan leluhur ini menyeruak kerumunan pop culture yang ada saat ini. Ia menyapa generasi muda supaya tidak melupakan akar budaya Indonesia.

Kita berjumpa lagi tahun depan.

Magelang, Juli 2019

This slideshow requires JavaScript.

Advertisement

13 Replies to “Barong Gunung, Tarian Rakyat Jelata Yang Menggeliat”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: