“To travel is to live” – Hans Christian Andersen
“Monggo pinarak, mas. Menika cenil kaliyan jus peleme”, begitu undang ibu penjual makanan kepadaku. Senyum yang lebar menghiasi wajahnya. Cenil dan jus mangga ia letakkan di depan deretan toples kaca dagangannya yang berisi cemilan ringan. Aku memilih duduk di bangku kayu panjang dan menikmati jajananku. Warung bambu beratap rumbia itu terasa adem. Siang itu hawa sedikit terasa panas, padahal tempat ini terletak di bawah rerimbun pohon. Kamera digital yang barusan aku pakai membekukan aktivitas orang-orang di pasar tradisional itu aku letakkan di meja kayu.
Pasar Ting Njanti terletak di Dusun Giyanti, Desa Kadipaten, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo.

Nuansa tradisional dengan menu jajanan tempo doeloe disajikan untuk menggugah nostalgia pengunjung pasar. Lampu Ting atau lentera menjadi tetenger atau ciri khas pasar ini. Lentera akan dinyalakan saat pasar dibuka pada hari Sabtu mulai pukul 17.00. Setiap satu jam sekali ada semacam flash mob tradisional dengan membunyikan kentongan, piring, panci atau gamelan secara serentak yang dilakukan para pedagang dan penjaga pasar. Menarik bukan?

“Pasar Ting Njanti merupakan pasar tradisional yang kami konsep untuk memanjakan pengunjung dengan menawarkan banyak jajanan pasar sambil berwisata, berbudaya, berseni & beredukasi dalam satu wadah,” papar Ahnaf Ustanto. Pria yang lebih senang dipanggil mas Tanto ini adalah koordinator pasar sekaligus Ketua Pokdarwis Dusun Giyanti.
Baca juga: Barong Gunung, Tarian Rakyat Jelata Yang Menggeliat
Dusun Giyanti menyimpan kisah sejarah yang kental dan panjang. Peristiwa Palihan Nagari (pembelahan wilayah Mataram) menjadi dua wilayah, yaitu Surakarta dan Yogyakarta hingga akhirnya menelurkan Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) menjadi jalinan cerita yang melatarbelakangi berdirinya pemukiman yang jauh dari keramaian ini. Orang-orang di Yogyakarta yang tak tahan dengan perlakuan semena-mena penjajah Kompeni Belanda akibat dari Perjanjian Giyanti akhirnya memutuskan mengungsi dan melarikan diri ke tempat ini. Tumenggung Mertalaya bersama 2 orang kompatriotnya, Ki Monyet dan Ki Mranggi, bersepakat memberi nama pemukiman itu menjadi Dusun Giyanti yang diambil dari nama tempat dimana perjanjian Giyanti disepakati.

“Harapan kami dengan adanya pasar ini perekonomian warga desa akan meningkat, mas. Warga desa juga dilibatkan dalam pengelolaan aktivitas pasar,” tutur mas Tanto lebih lanjut menutup pembicaraan denganku.
Era perubahan akan tatanan kehidupan baru telah berhembus di dusun Giyanti dengan lahirnya Pasar Ting Njanti. Namun wasiat para leluhur untuk selalu mengingat dan mematuhi tuntunan Sang Pencipta, menjunjung budi pekerti luhur serta mengupayakan kelestarian adat dan budaya hendaklah harus terus digaungkan dan dilestarikan. Budaya tradisi tahunan Nyadran dan Tari Topeng Lengger selayaknya tetap mendapat tempat dan menjadi ikon dusun Giyanti. Hal ini akan menjadi pembeda dari pasar-pasar digital berkonsep tradisional yang sudah lebih dulu muncul di tempat lain. Semoga tetap lestari.
Mayo maring Njanti!
Wonosobo, Desember 2018
Jam buka: Sabtu 17.00 – 22.00 & Minggu 07.00 – 13.00
#wonosobohitz #pasartingnjanti








Jadi g iklhlas bgt efek pandemi pasar Ting tutup….
Smoga pariwisata di Indonesia segera bangkit. Aamiin
LikeLiked by 1 person
Iyaa, mbak. Benar. Efek pandemic menghantam semua lini usaha.
LikeLike
sejak awal pasar ting njanti ini sudah ada apa baru-baru aja?
LikeLiked by 1 person
Sudah 2 tahun ini berjalan, mas
LikeLiked by 1 person
Yang Jilbab Ijo jangan sampek lepas, brader….Wadaow.
Kok aku ra diajak sisan mrene, pas di Tutup Ngisor. Cenile itu lho….baca belum tuntas aja dah ngiler aku….Hahaha
LikeLiked by 1 person
Lha ini kan pasar posisi di Wonosobo, Oom – ya agak jauh dari Tutup Ngisor. Besok lah ya kalau selesai dari Lima Gunung lagi kita mampir, ben bisa ketemu sama si “Jilbab Biru” 😉
Mau kenalan po? Ada ni nomor kontaknya 😀
LikeLike
Weh nantangin….hahaha.
Koyoke joss ki nak mampir, makanannya khas yo….nanti kusiapin baju lurik ala rakyat jelata ama blangkon om. Biar menyatu ama suasana pasar.😁😁
LikeLiked by 1 person
Siap thok lah. Nek pagebluk selesai kita main ke sini deh, sekalian mampir ke Dieng yes!
LikeLike
Yesss….mantabz👍👍
LikeLiked by 1 person
wah kangen makan makanan tradisional kek gini jadinya
LikeLiked by 1 person
Monggo dolan ke sana, mas. Nostalgia makanan tempo doeloe 🙂
LikeLike