Outstadt, Sejenak Memutar Waktu Di Kota Semarang

“Terlalu manis untuk dilupakan, kenangan yang indah bersamamu tinggallah mimpi” – SLANK, Terlalu Manis

“Edan. Gerah banget,” gumamku sambil membasuh peluh di jidat. Kaos yang aku pakai basah oleh keringat di bagian punggung.

Abang ojek daring bergegas melajukan kembali motornya setelah selesai mengantarku tepat di bilangan Taman Sri Gunting. Hawa kota Semarang masih terasa menyengat kulit, padahal matahari sudah condong di sisi Barat. Aku melangkah menyeberang jalanan yang ramai dengan kendaraan dan berdiri di depan gedung berwarna merah tua mencolok. Bangunan bergaya neoklasik ini telah berusia lebih dari 100 tahun dengan deretan jendelanya yang simetris jika dilihat.

Warnanya yang eye catching menjadikannya terlihat berbeda jika dibandingkan deretan gedung kuno lainnya yang didominasi warna putih.

Siapa sangka, MARBA, begitu bangunan itu seringkali disebut, dahulu pernah menjadi toko modern pertama di kawasan Kota Lama. MARBA merujuk penggabungan nama dari Martak Badjened (Marta Badjunet), sebuah perusahaan rintisan fam Badjened, taipan dari Hadramaut.

Gedung MARBA
MARBA, satu-satunya gedung di kota lama dengan warnanya yang eye catching (Dok. pribadi)

Tak jauh dari tempatku berdiri, kokoh berdiri bangunan bergaya Spanish Collonial yang dibangun tahun 1895. Berlabel SPIEGEL di bagian atas temboknya, gedung ini dulunya adalah sebuah toko serba ada. Herman Spiegel, seorang pengusaha keturunan Yahudi yang berkongsi dengan 2 orang temannya adalah yang membangun gedung ini. Ia pernah menjadi manager sekaligus pemilik perusahaan kala itu.

SPIEGEL yang dalam Bahasa Jerman mempunyai arti kaca, telah mengalami proses pembenahan yang cukup panjang. Sekian lama terbengkalai dan terabaikan dengan kerapuhan di sana-sini, bangunan tua ini telah bertransformasi menjadi coffee shop yang bercat putih bersih. SPIEGEL yang dulu sempat memudar kini kembali moncer dan menarik para penikmat nongkrong kota Semarang.

Sketch SPIEGEL
Gambar sketsa gedung SPIEGEL sebelum direnovasi (Dok. Flickr Gunawan Wibisono)
Het SPIEGEL Huis
SPIEGEL setelah renovasi (Dok. pribadi)

Kawasan kota lama Semarang saat ini kelihatan berbeda. Ia telah bersolek dengan cantik dan tertata rapi. Dalam imajiku, barangkali memang seperti ini cantiknya kota di waktu sore kala kolonial Belanda masih bercokol. Para meener dan juffrouw yang hilir mudik berjalan kaki atau naik delman menikmati suasana sore hari dibarengi canda tawa renyah. Jalan-jalan sore atau JJS, persis seperti yang aku lakukan sekarang.

Seandainya kapsul waktu itu benar-benar ada akan sangat menyenangkan jika dapat melongok sesaat ke masa itu.

Site plan kota lama semarang 1787
Site plan kota lama Semarang bertahun 1787 (Sumber dokumen)

Trotoar yang direnovasi menjadi lebih lebar dan ramah pejalan kaki menjadikan pengalaman berjalan-jalan di kawasan ini terasa menyenangkan; dipasangnya bollard pedestrian yang terhubung dengan rantai-rantai di sepanjang sisi trotoar membuat kita tak perlu lagi takut tersenggol kendaraan yang tengah melaju.

Heeren Straat, jalur tersibuk di kota lama Semarang tak pernah sepi dengan lalu lalang mobil, motor, sepeda maupun becak. Heeren Straat atau Jalan Toean Toean Besar, sekarang dikenal dengan nama jalan Letjen Soeprapto.

Bangku-bangku taman bernuansa antik diletakkan pada beberapa titik sepanjang trotoar. Pun aksesori tambahan berupa tiang-tiang lampu tinggi bergaya Eropa dan tempat pengisian daya gawai bergaya kotak telepon klasik minimalis London berwarna merah menyala. Semuanya mempercantik tampilan kota lama.

Trotoar kota lama
Trotoar yang cukup lebar membuat pejalan kaki nyaman dan aman (Dok. pribadi)

Pengunjung di kawasan kota lama Semarang cukup ramai. Mereka menikmati suasana santai menjelang sore dengan berjalan kaki. Beberapa tampak asyik duduk santai di bangku taman, bercakap-cakap ataupun swafoto. Aku menyusur trotoar dengan berjalan kaki, sesekali berhenti menikmati kemegahan gedung-gedung tua di kiri kanan jalan utama.

Koepelkerk atau Gereja Blenduk, bangunan tertua di kota lama Semarang, sepertinya menjadi obyek paling favorit para pengunjung. Bangunan ikonik dengan kubah besarnya berwarna merah bata ini sangat menawan dilihat dari sudut manapun, termasuk dari Taman Sri Gunting, jantungnya kota lama. Sekedar informasi saja, Taman Sri Gunting dulunya adalah tempat parade tentara Belanda sehingga dinamakan Parade Plein.

Koepelkerk
Gereja Blenduk saat malam (Dok. pribadi)

Deretan gedung-gedung tua di kawasan ini semakin cantik saat matahari beringsut pergi dan berganti senja. Saatnya lampu-lampu tinggi bergaya klasik Eropa di sepanjang jalan mulai menyala. Menyinari gedung-gedung tua yang menjadi saksi bisu sejarah masa kolonial Belanda.

Distrik kota lama memang merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional yang disertai keseragaman gaya bangunan bernuansa Belanda. Tak heran jika Little Netherland menjadi julukan kawasan ini. Instalasi lampu-lampu dengan sinarnya yang kekuning-kuningan menambah kental nuansa Eropa-nya. Semarang rasa Eropa, itu sudah.

Sudut kota lama
Pengunjung menikmati suasana santai di sore hari (Dok. pribadi)

Langkahku terhenti tepat di depan De Javasche Bank yang telah malih rupa menjadi gedung Semarang Kreatif Galeri. Aku menatap pada jalan raya yang membujur di depan gedung ini.

Lamunanku terbang melintas batas waktu. Kembali sesaat usai masa kelulusan sekolah seragam abu-abu putih.

Masih membekas di otakku, selembar kertas yang menggumpal berada di telapak tanganku. Garis-garis bekas remasan masih jelas kentara. 4 paragraf bertuliskan rapi permintaan maaf dari gadis yang saat itu berlabuh di hati. Kami bersepakat untuk memutuskan berpisah demi mengejar asa masing-masing di kota yang berbeda.

Berjalan berdua sembari bergandengan tangan, menyusuri jalanan di kala senja.

Saat itu jalanan di kota lama masih jauh dari kata nyaman apalagi aman seperti sekarang, namun kami menikmati bersama suasana malam di sana. Persimpangan jalan di depan Gedung De Javasche Bank dan bekas toko buku Van Dorp (dahulu dikenal sebagai Gedung Merah; sekarang menjadi Dream Museum Zone) menjadi saksi ambyarnya jalinan kisah kami berdua.

Kantoor van de Javasche Bank in Semarang
de Javasche Bank saat ini telah menjadi Semarang Kreatif Galeri (Sumber dokumen)
Sudut kota di waktu malam
Salah satu sudut kota tua diterangi temaram lampu kota; foto diambil dari depan gedung Soesmans Kantoor (Dok. pribadi)

Teriakan anak-anak kecil yang riuh ingin berfoto dengan Bumblebee, salah satu robot dari kelompok Autobot di film Transformers, membuyarkan lamunanku. Robot kuning sahabat baik Optimus Prime itu dengan ramahnya meladeni permintaan foto anak-anak.

Tokoh-tokoh film lainnya seperti SpongeBob Squarepants, Doraemon, Batman dan juga Joker juga tak kalah bersaing menawarkan jasa foto bareng pada bagian sudut kota lama. Tentunya mereka adalah orang-orang yang mengenakan kostum tokoh-tokoh film untuk menjemput rezeki.

Seutas senyum lebar anak-anak itu menjadi penutup hariku yang sempurna.

Hari beringsut gelap. Aku memesan ojek daring untuk pulang, sementara hilir mudik pengunjung kota lama semakin bertambah. Sudah cukup aku menikmati geliat kota lama Semarang kali ini. Sangat menyenangkan melihat kota kelahiranku bertransformasi dan menghargai perjalanan sejarahnya.

Bumblebee
Bumblebee, a friendly neighborhood (Dok. pribadi)

Outstadt kembali bertabur kerlip lampu dan semarak hiburan, setelah bertahun-tahun kawasan baheula ini carut marut dengan wajah gelap nan suram. Distrik yang pernah menjadi jantung kota Semarang di masa kolonial itu telah mengubah bentukannya.

Tak akan kamu temui lagi kisah muram pekerja seks komersial dan para pemulung yang berkeliaran ataupun tidur dengan seenaknya di malam hari. Sekarang sedikit demi sedikit mulai tertata rapi dan semarak. Jalan-jalan menjadi lebih mengasyikkan.

Outstadt, seakan menjadi kapsul waktu bagi kamu yang ingin sejenak menjadi time traveler, menyelinap dan terdampar di keelokan abad 18 kota Semarang.

Guys, kuy lah melancong ke Little Netherland!

Semarang, Desember 2019

Kota Lama
A Little Netherland waiting for you, guys! (Dok. pribadi)

14 Replies to “Outstadt, Sejenak Memutar Waktu Di Kota Semarang”

  1. waahh suka sekali sama artikel ini. hahaha.
    ada tema galaunya, aku merasa tersaingi hahaha.

    sumpah semarang itu panas banget, jam 9 pagi rasanya guendeng pol panasnya.
    plus kalo sore bukannya adem, tapi anget dan lengket-lengket. tapi anehnya, kalo di kotalama, seneng aja gitu berlama-lama di sana.

    tulisannya lengkap ada cerita sejarahnya juga. aku yang pernah ikut walking tour aja masih lupa. kotalama ini jadi tempat favoritku juga. 😀

    btw, itu sekarang gadis yang dulu jadi pujaan hati, apa kabarnya, kak?

    Liked by 1 person

    1. Hahahaha… Terima kasih, mas. Saya sedang mencoba menulis tentang perjalanan tetapi disisipkan kisah sejarahnya. Asli, nongkrong di kota lama Semarang itu memang menyenangkan kok.

      Panas banget iyaa karena letaknya nggak jauh dari laut. Gendeng panasnya kalau pas musim kemarau 😁

      Gadis mantan pujaan hati itu entah dimana sekarang keberadaannya, terakhir dengar kabarnya dari temannya ia sudah berkeluarga. Kisah masa lalu, mas 😂

      Liked by 1 person

    1. Kalau dilihat sejarahnya sih dibangunnnya kota Lama Semarang tujuannya saat itu untuk menggabungkan beberapa kegiatan fungsional sih, Oom. Sebagai pusat kota zaman Belanda lah, ada juga jejak benteng juga sih

      Semakin ke sini yang berkembang kan malah kawasan di luar kota Lama. Pusat kota modern malah berada di luar distrik kota lama.

      Kalau masalah makmur mana nggak tahu juga sih, tapi secara luasnya kemungkinan kota tua Jakarta lebih luas.

      Like

      1. Yoi, Oom. Ditinggalkan warisan gedung-gedung tua, namun kadang pemerintah setempat abai jadinya malah mangkrak 😦

        Sedih kadang kalau lihat seperti itu

        Like

      2. Problemnya di kota lama Semarang ini kondisi gedung-nya nggak diurus, Oom. Yang sudah menjadi milik pribadi ya nggak diurus karena nggak ada duit.

        Pemda juga pasti butuh pemodal besar untuk renovasi. Memang harus ada orang / institusi yang mendobrak tradisi ini sih menurutku

        Like

Leave a comment