“Lihatlah jingga, selalu menggenapkan warnanya demi senja di setiap harinya”
Sore itu langit berhias mendung. Gumpalan awan hitam menggelayut di langit putih nan pucat. Matahari di ufuk barat bersembunyi di balik awan gelap, sepertinya ia malas menampakkan wajah. Pendar sinarnya membentuk tiga garis panjang seperti hendak menjangkau langit, menelusup gumpalan awan hitam menjadikan pemandangan sore itu memukau di tengah cuaca mendung.
Aku menyudahi joggingku, melangkah pelan menyisir jalur pejalan kaki di Harbour Bay Batam demi mendinginkan dan mengambil sejenak napas. Dari kejauhan terlihat sepasang muda mudi duduk di atas rerumputan. Apakah mungkin mereka sepasang kekasih, aku tak ingin mencari tahu. Mereka duduk bersebelahan. Tawa riang mereka terdengar sayup ditelan derungan mesin kapal angkut penumpang di dermaga.
Pada bagian lain jalur pejalan kaki nampak seorang lelaki yang duduk di tembok pembatas dermaga, sibuk dengan joran pancingnya.

Sebelum balik ke hotel untuk beristirahat, aku melipir sejenak ke warung yang letaknya di balik pagar seng pembatas proyek bangunan; seorang bapak yang bertugas sebagai petugas keamanan proyek mempersilakan aku masuk, mungkin ia tahu kalau aku akan membeli air minum. Sebotol air mineral sukses menggelontor masuk membasahi kerongkongan yang kering.
Dengan bergegas aku menaiki tangga lantai dasar sebelum melanjutkan menuju lantai teratas hotel yang tengah dalam masa persiapan dibuka. Kebetulan aku bekerja sebagai tenaga konsultan di hotel ini sehingga agak memudahkan diriku untuk mencapai titik-titik tertentu di dalam bangunan.

Gerimis kecil mulai turun membasahi ibu bumi; pun bagian paling atas gedung yang biasanya disebut roof top dari bangunan berlantai 12, tempat aku berdiri saat ini mulai basah.
Rintik hujan membuat titik-titik kecil saat jatuh di permukaan kolam air yang dibuat memanjang berkelok. Menimbulkan riak air, membentuk bulatan kecil hingga membesar sebelum akhirnya menghilang di permukaan air kolam.
Anomali cuaca, pikirku. Gerimis, berawan tapi ada matahari dengan sinarnya yang berasa hangat.
Beberapa hari sementara aku tinggal di Batam memang seringkali hujan turun atau cuaca mendung tak tentu waktu. Bisa pagi, kadang siang ataupun sore.

Secangkir kopi murahan instan yang diseduh bapak empunya warung tadi menjadi teman minumku sore itu. Tak ingat lagi kapan terakhir kali aku menikmati kopi instan. Saat ini, aku lebih menyukai kopi yang diseduh manual. Seringkali aku menyeduhnya sendiri jika sedang berada di rumah. Tentunya dengan komposisi berapa gram serbuk kopi dan air panas dengan suhu tertentu sesuka hatiku. Metode seduh V60 seringkali menjadi pilihan untuk menikmati secangkir kopi.
Kopi instan dalam cangkir plastik putih tersisa setengah. Ia menemani kesendirianku menikmati senja kali ini. Ketiga teman konsultanku memilih untuk menghabiskan akhir pekan kali ini dengan plesiran ke tengah kota Batam. Main ke alun-alun kota, jawab mereka ketika aku mencari tahu.
Aku sebenarnya diajak serta tetapi lebih ingin menuntaskan hari Minggu kali ini dengan berolahraga di sekitaran pelabuhan kapal.

Aku melongokkan kepala dan memandang ke bawah. Jalur pedestrian sepanjang Harbour Bay terlihat cukup ramai sore itu. Orang-orang kelihatan kecil dari atas gedung berlantai 12. Matahari sudah condong di batas pandang laut. Akhirnya ia menampakkan wajahnya, menyembul dari balik awan yang membentuk seperti lubang besar. Bulatan berwana kuning keemasan itu memancarkan warnanya ke segala penjuru, menembus awan tipis sekelilingnya.
Laut Singapore Strait terlihat berkilauan saat permukaannya tersapu cahaya matahari senja. Sementara bangunan Marina Bay Sands tampak kecil di kejauhan tertutup kabut tipis. Cakep banget.
Hari sebentar lagi akan berganti gelap.
Deretan kursi-kursi kosong sebuah kafe terlihat belum terisi penuh. Sedang menunggu pelanggan setianya. Satu dua orang kelihatan berswafoto dengan kamera gawai pintarnya. Terlalu jauh untuk aku dapat memastikan entah secangkir kopi atau segelas bir yang berada di atas meja mereka. Lampu-lampu Harbour Bay sudah mulai dinyalakan. Menambah semarak sore menjelang malam itu.

Dari atas bangunan paling tinggi ini aku berimajinasi. Manusia itu kecil. Kecil banget jika dilihat dari atas sini. Bagaikan semut yang berbaris. Rapuh sekali jika diinjak atau dipites.
Apakah seperti ini yang TUHAN lihat dari surgaNYA?
Lalu aku juga bertanya…
Apakah TUHAN juga menikmati senja dari atas singgasanaNYA dan juga menyesap kopi (instan) seperti diriku?
Atau mungkinkah IA tengah sibuk menjawab setiap email para malaikat dan juga permohonan doa umat manusia hingga tak sempat menikmati senja?
Hanya DIA yang tahu.
Aku, cukup menikmati senja dan menyesap secangkir kopi saja. Receh banget kan bahagiaku?
Rooftop Marriott Hotel Harbour Bay – Batam, September 2020
Aku selalu suka senja, bagaimana pun rupanya. Sekalipun dirundung kelabu. Ditambah kopi, syahdu tenan 😀
Foto-fotone ciamik, Mas 🙂
LikeLiked by 1 person
Matur nuwun sudah mampir, Oom Rifqy
Benar, Oom. Senja memang kadang kelabu tetapi tetap syahdu. Bikin merindu nggih 😀
Sehat-sehat semuanya nggih, Oom
LikeLiked by 1 person
Siap, Mas!
LikeLike
emang bener, senja itu bisa bikin suasana menjadi syahdu. rasanya sudah beberapa lama aku melewatkan menikmati senja. apalagi ketika pandemi begini.
ingatanku memutar kembali pas aku lihat foto dua orang duduk melihat senja itu. rasanya aku dulu pas masih muda (disklaimer, sekarang juga tetap muda) juga pernah duduk berdua sama pasangan (waktu itu masih gebetan) menikmati sore. bedanya aku di lapangan bola, sambil nonton bola. wkwk
rasanya seneng aja gitu lihat senja sama pasangan.
LikeLiked by 1 person
Pandemic boleh ada, tapi menikmati senja jalan terus mas 😁
LikeLiked by 1 person
Pernah ke Harbour Bay ini tapi baru tau kalau di Marriot ada rooftopnya. Fotonya keren-keren, Mas.
LikeLiked by 1 person
Waktu saya tugas kantor ke Marriott Harbour Bay rooftop-nya masih berantakan, Mas; sekarang sudah ciamik banget buat nongkrong dan menikmati senja 🙂
LikeLike
Agak telat bacanya…apa memang baru diaplut…
Yang jelas artikel ini bikin aku iri, kapan aku bisa menikmati banyak keindahan alam seperti penulisnya..hehe..
LikeLiked by 1 person
Hahaha… Sudah lama aplotnya lho; capcus lah berangkat traveling
LikeLike